Kamis, 30 April 2009

Jangan Melalukan Sesuatu Setengah-Setengah

Aku Haus

YOHANES 19:28-30
Pendahuluan:

Ada 2 orang bercakap-cakap. Yang pertama berkata: ‘Aku ingin tahu dimana aku akan mati’. Temannya menjawab: ‘Kamu gila; untuk apa tahu dimana akan mati?’. Yang pertama menjawab: ‘Kalau aku tahu aku akan mati dimana, aku tidak akan pergi ke tempat itu’.

Ini menunjukkan bahwa orang itu ingin terhindar dari kematian. Dan memang adalah sesuatu yang umum kalau orang ingin terhindar dari kematian.

Tetapi Yesus berbeda.
· Berbeda dengan orang dalam cerita di atas, Ia tahu Ia akan mati dimana. Ia tahu bahwa Ia akan mati di Yerusalem. Tetapi ketika saatnya untuk mati sudah tiba, Ia bukannya menjauhi Yerusalem, tetapi Ia justru pergi ke sana (Mat 16:21-24).
· Di taman Getsemani, pada waktu mau ditangkap, Ia dibela oleh Petrus yang mengeluarkan pedangnya dan membacok hamba imam besar. Sebetulnya bisa saja pada waktu itu Yesus memberi komando kepada 10 murid yang lain untuk membantu Petrus, dan sementara terjadi perkelahian masal, Yesus lari. Tetapi Ia tidak mau melakukan itu, bahkan Ia memerintahkan Petrus untuk menyarungkan pedangnya (Mat 26:51-52).

Ia juga berkata kepada Petrus bahwa sebetulnya Ia bisa minta kepada Bapa untuk mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat untuk membantuNya (Mat 26:53). Andaikata Ia melakukan hal ini, sudah pasti semua orang yang mau menangkapNya itu dibasmi dalam sekejap mata. Tetapi Ia tidak mau mela-kukan hal ini.
Sebetulnya, kalaupun Ia tidak mau minta bantuan Bapa untuk mengirimkan pasukan malaikat, Ia sendiri, yang juga adalah Allah sendiri, bisa saja menggunakan kemahakuasaanNya untuk membasmi semua orang yang mau menangkapNya itu. Kalau Ia melakukan hal ini, pasti Ia terhindar dari kematian. Tetapi Ia tidak mau melakukan hal itu, karena Ia memang tidak mau menghindari kematian.

Tetapi ada sesuatu yang lebih aneh, yaitu bahwa Yesus bukan saja tidak mau menghindari kematian, tetapi bahkan tidak mau penderitaanNya dikurangi! Dari mana kita bisa melihat hal ini?

I) Yesus menolak minuman.

Dalam Mat 27:34 dikatakan bahwa Yesus diberi minum ‘anggur bercampur empedu’, dan dalam Mark 15:23 dikatakan bahwa Yesus diberi ‘anggur bercampur mur’. Ini bukan kontradiksi, karena minuman itu adalah anggur bercampur ramuan tertentu, yang mengandung baik empedu maupun mur.
Tetapi pada saat Yesus mengecap minuman itu, dikatakan bahwa Ia tidak mau meminumNya. Mengapa? Padahal sebentar lagi Ia minta minum (Yoh 19:28 - ‘Aku haus’), dan mau meminum minuman yang diberikan kepadaNya (Mark 15:36 Yoh 19:29-30). Beberapa penafsir mengatakan bahwa Ia tidak mau meminum anggur bercampur empedu/mur itu, karena itu adalah minuman yang mengandung ramuan yang bisa membius/mengurangi rasa sakit, dan diberikan kepada orang yang disalib sebagai suatu tindakan belas kasihan kepada mereka.
KetidakmauanNya menerima pengurangan rasa sakit/penderitaan merupakan sesuatu yang lebih aneh lagi dari pada sekedar tidak menghindari kematian. Orang kristen yang sejati, seharusnya mempunyai keyakinan keselamatan, dan karena itu mestinya tidak takut mati. Tetapi siapa yang tidak takut pada penderitaan/rasa sakit yang hebat? Siapa yang pada waktu mengalami rasa sakit yang hebat tidak menginginkan rasa sakitnya dikurangi? Kalau saudara pergi ke dokter gigi untuk dicabut giginya, atau kalau saudara akan dioperasi, tentu saudara senang menerima pembiusan supaya tidak mengalami rasa sakit.
Lalu mengapa Yesus tidak mau rasa sakit/penderitaanNya dikurangi? Karena Ia sadar bahwa saat itu Ia sedang memikul hukuman dosa manusia, termasuk hukuman dosa saudara dan saya. Dan Ia ingin memikul seluruh hukuman dosa manusia!
Andaikata saja pada saat itu Yesus mau meminum minuman bius itu, dan rasa sakitNya berkurang, katakanlah 10 %, maka itu berarti Ia hanya memikul 90 % hukuman dosa saudara dan saya. Tahukah saudara apa akibatnya? Saudara boleh saja betul-betul percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tetapi hanya 90 % dari dosa-dosa saudara yang ditebus/dibayar oleh Yesus. Sedangkan 10 % sisanya, saudara harus menanggungnya sendiri. Kalau hal ini terjadi, maka renungkanlah 2 hal di bawah ini:

1) 10 % dari dosa kita itu luar biasa banyaknya.

Kalau saudara menganggap diri saudara itu baik, atau kalau saudara beranggapan bahwa jumlah dosa saudara cuma ratusan atau ribuan, maka itu disebabkan saudara tidak mengerti Firman Tuhan, yang merupakan standard Allah untuk menentukan dosa. Kalau saja saudara mengerti Firman Tuhan, dan saudara membandingkannya dengan hidup saudara, maka saya yakin saudara akan menemui berjuta-juta dosa.
Kalau kita menyoroti hukum Tuhan yang berbunyi ‘Jangan berdusta’ saja, maka berapa dosa yang saudara temukan dalam hidup saudara? Mulai saat saudara masih kecil sampai sekarang, berapa kali saudara berdusta kepada orang tua, kakek/nenek, guru di sekolah, teman, kakak/adik, teman kerja/rekan bisnis, langganan, pejabat pemerintahan, pegawai, bahkan kepada pengemis (dengan berkata ‘tidak punya uang’ padahal saudara punya)? Hanya dari satu hukum itu saja, sudah sukar meng-hitung jumlah dosa saudara! Bagaimana kalau ditambahkan dengan hukum-hukum yang lain, seperti jangan berzinah, jangan mencuri, jangan iri hati, hormatilah orang tuamu, hukum hari sabat, hukum antara suami istri, dsb? Bagaimana kalau ditambahkan lagi hukum-hukum yang dianggap tidak masuk akal, seperti:
· Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, pikiran, akal budi (Mat 22:37).
· Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:39).
· Kasihilah musuhmu, doakan orang yang menganiaya kamu (Mat 5:44).
· Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Ro 12:17,21).
· Bersukacitalah senantiasa (1Tes 5:16).
· Mengucap syukurlah dalam segala hal (1Tes 5:18).

Karena itu 10 % dari dosa kita pastilah luar biasa banyaknya. Kalau dosa kita jumlahnya 1 juta, maka 10 % dari dosa kita berarti 100.000 dosa!

2) Satu dosa sudah cukup untuk memasukkan diri saudara ke dalam neraka sampai selama-lamanya!

Ada agama lain yang mengatakan bahwa nanti pada akhir jaman perbuatan baik dan dosa setiap orang akan ditimbang; kalau lebih berat dosanya maka orangnya dimasukkan neraka, dan kalau lebih berat perbuatan baiknya maka orangnya akan dimasukkan surga. Ditinjau dari sudut agama lain itu, maka mungkin masih ada kemungkinan saudara akan masuk surga kalau saudara memikul sendiri 10 % dosa saudara. Tetapi Kitab Suci/ Firman Tuhan tidak mengajar demikian! Roma 6:23 mengatakan bahwa "upah dosa ialah maut"! Jadi, tidak dikatakan kalau dosanya banyak/besar/lebih banyak dari perbuatan baiknya, barulah upahnya maut! Hanya dikatakan bahwa upah dosa ialah maut, dan itu berarti bahwa satu dosa saja sudah cukup untuk membawa saudara kedalam neraka sampai selama-lamanya!
Mengapa demikian? Karena Kitab Suci/Firman Tuhan mengajar bahwa perbuatan baik tidak bisa menutup dosa (Gal 2:16,21). Memang, kalau saudara ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan akan menghadapi persidangan, bisakah saudara lalu berbuat baik dengan harapan perbuatan baik saudara itu menyebabkan saudara tidak didenda dalam pengadilan? Jelas tidak mungkin! Jadi, hukum duniapun mengata-kan bahwa perbuatan baik tidak bisa menutup dosa. Dan demikian juga ajaran dari Kitab Suci/Firman Tuhan! Karena itulah maka satu dosa saja sudah cukup untuk membuat saudara masuk neraka sampai selama-lamanya!
Sekarang, bagaimana kalau kita gabungkan 2 hal di atas ini? 10 % dari dosa saudara bukan main banyaknya, sedikitnya ada 100.000 dosa. Padahal satu dosa saja sudah cukup membuang saudara ke dalam neraka sampai selama-lamanya. Bagaimana kalau saudara harus menanggung 100.000 dosa atau bahkan lebih dari itu?
Karena itu, andaikata Yesus mau meminum minuman yang mengandung ramuan bius itu, pasti seluruh umat manusia, mulai dari Adam sampai kiamat, termasuk saudara dan saya, akan masuk neraka sampai selama-lamanya!
Tetapi puji Tuhan, Yesus menolak minuman yang mengandung ramuan bius itu! Ia tidak mau memikul hanya sebagian atau 90 % hukuman dosa kita; Ia mau memikul seluruhnya atau 100 % hukuman dosa kita!!

Ada 2 hal lain yang menunjukkan bahwa seluruh hukuman dosa kita memang sudah dibereskan oleh Yesus di kayu salib, yaitu:

a) Kata-kata ‘Sudah selesai’ (Yoh 19:30) menunjukkan bahwa penderitaan aktifNya untuk memikul seluruh dosa kita, sudah selesai!
b) Yesus bisa bangkit dari kematian.
Karena upah dosa ialah maut, kalau saja ada satu dosa yang belum beres, maka Ia tidak akan bisa bangkit. Bahwa Ia bisa bangkit pada hari yang ke tiga, menunjukkan bahwa memang seluruh dosa kita sudah dibereskan!

Karena itu, kalau saudara mau percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat saudara, semua dosa saudara tanpa kecuali, akan dihapuskan/diampuni. Ini mencakup:
· dosa asal.
· dosa yang lalu.
· dosa sekarang.
· dosa yang akan datang.
Karena itulah orang yang percaya kepada Yesus mempunyai jaminan keselamatan!
Catatan: Tetapi awas! Ini tidak boleh menyebabkan kita lalu meremehkan dosa/ sengaja berbuat dosa!

II) Yesus minta minum.

Setelah Yesus menolak minuman bius itu, Ia lalu disalibkan. Dan pada waktu ada di kayu salib, Ia berkata: ‘Aku haus’ (Yoh 19:28).

Yesus memang sangat kehausan, karena:
· Ia sudah ditawan sejak kemarin mala
m, dan sebagai tawanan Ia pasti tidak diperlakukan dengan baik. Jadi mungkin sekali Ia tidak diberi makanan ataupun minuman. Ini tentu menyebabkan Ia menjadi haus.
· Ia digiring kesana kemari (kepada Mahkamah Agama, kepada Pontius Pilatus, kepada Herodes, kembali kepada Pontius Pilatus, dsb). Perjalanan ini tentu menambah kehausan Yesus.
· Ia dicambuki dan dipukuli dan dimahkotai dengan duri. Semua ini menim-bulkan luka-luka yang mengeluarkan darah/cairan tubuh sangat banyak, dan ini juga pasti menimbulkan kehausan yang luar biasa.
· Ia harus memikul kayu salib yang cukup berat sejauh kurang lebih 1 km. Ini pasti menyebabkan Ia mengeluarkan banyak keringat, dan ini menam-bah kehausanNya.
· Ia disalibkan mulai pukul 9 pagi (Mark 15:25). Memang mulai pukul 12 siang terjadi kegelapan (Mark 15:33), tetapi mulai pukul 9 pagi sampai pukul 12 siang Ia boleh dikatakan dijemur di panas matahari yang terik.

Semua hal di atas ini sudah pasti memberikan kehausan kepada Yesus, dan ini bukanlah kehausan biasa, tetapi suatu kehausan yang bukan main hebatnya. Dan semua ini sesuai dengan nubuat Maz 22:16 yang berbunyi: "lidahku melekat pada langit-langit mulutku" (Catatan: bacalah seluruh Maz 22 itu, khususnya ay 2,8-9,17b,19 dan saudara akan melihat dengan jelas bahwa itu adalah Mazmur tentang salib).
Bahwa Maz 22:16 itu menggunakan istilah ‘lidah yang melekat pada langit-langit mulut’, jelas menunjukkan kehausan yang luar biasa, dimana seluruh mulut betul-betul kering sehingga lidah melekat pada langit-langit.
Mengapa Yesus harus mengalami kehausan? Tidak cukupkah penderitaan cambuk dan salib yang Ia alami? Untuk ini saudara perlu ingat bahwa kalau orang masuk neraka (lautan api) maka sudah pasti ia akan kehausan luar biasa (bandingkan dengan kata-kata/ seruan orang kaya di dalam neraka kepada Abraham dalam Luk 16:24 yang berbunyi: "Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, karena aku sangat kesakitan dalam nyala api ini").
Karena Yesus saat ini sedang memikul seluruh hukuman dosa manusia, maka jelas bahwa Ia harus memikul juga kehausan yang luar biasa yang seharusnya kita alami di neraka.
Persoalan/pertanyaan yang lain ialah: mengapa Ia lalu meminta minum dengan berkata ‘Aku haus’? Apakah hal ini tidak mengurangi penderitaanNya sehingga Ia tidak memikul 100 % hukuman dosa kita?

Ada 3 hal yang perlu diberikan sebagai jawaban:

1) Yesus meminta minum dengan tujuan supaya Firman Tuhan digenapi.

Perhatikan Yoh 19:28 yang berbunyi: "berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci - ‘Aku haus!’.
Kitab Suci yang mana? Jawabnya adalah Maz 69:22b yang berbunyi: "Pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam". Ingat bahwa ini juga merupakan suatu nubuat yang berhubungan dengan Mesias / Yesus.
Jadi, Yesus meminta minum dengan tujuan supaya nubuat Firman Tuhan tentang diriNya bisa digenapi. Kalau Firman Tuhan itu digenapi maka:
· Allah dipermuliakan. Sebaliknya kalau Firman Tuhan tidak terjadi, maka tentu saja Allah dipermalukan.
· Orang bisa percaya bahwa Ia memang adalah Mesias. Sebaliknya kalau nubuat tentang Mesias itu ternyata tidak tergenapi dalam diri Yesus, bagaimana mungkin orang akan percaya bahwa Yesus adalah Mesias?
Jadi, ditengah-tengah penderitaanNya yang luar biasa (sedang terpancang di kayu salib), Yesus tetap mengingat, memikirkan, menginginkan, dan mengusahakan 2 hal yaitu:
· Bagaimana Allah bisa dipermuliakan.
· Bagaimana orang-orang bisa percaya kepada Dia dan diselamatkan.

2) Kristus minta minum supaya Ia bisa meneriakkan kata-kata ‘Sudah selesai’ (ay 30), yang mempunyai arti sangat penting bagi kita, supaya kita tahu tentang kesempurnaan penebusan Kristus bagi dosa kita.

Tanpa minuman itu, mulut, lidah, dan tenggorokan Yesus yang sangat kering karena kehausan yang luar biasa itu, tidak akan bisa mengucapkan kata-kata itu.

3) Ia minta minum setelah Ia tahu bahwa semua sudah selesai.

Perhatikan sekali lagi ay 28 yang berbunyi: "Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci - : ‘Aku haus’".

Jadi, setelah penebusan yang Ia lakukan sudah cukup untuk menebus dosa kita, barulah Ia berkata ‘Aku haus’. Perhatikan kata-kata Calvin di bawah ini:

"Now, it ought to be remarked, that Christ does not ask any thing to drink till all things have been accomplished ... No words can fully express the bitterness of the sorrows which he endured; and yet he does not desire to be freed from them, till the justice of God has been satisfied, and till he has made a perfect atonement" (= Harus diperhatikan, bahwa Kristus tidak meminta minum apapun sampai semua telah selesai/tercapai ... Tidak ada kata-kata yang dapat menyatakan secara penuh kesedihan yang ditahanNya; tetapi Ia tidak ingin dibebaskan darinya, sampai keadilan Allah telah dipuaskan, dan sampai Ia telah membuat penebusan yang sempurna).

Tetapi bagaimana mungkin penebusan dosa sudah selesai, padahal Ia belum mengalami kematian? Calvin berkata bahwa Kristus mengucapkan kata-kata ‘Sudah selesai’ itu dengan memperhitungkan kematianNya yang akan terjadi. Atau ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘sudah selesai’ adalah penderitaan aktifNya dalam memikul hukuman dosa.

III) Tanggapan kita.

1) Percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan sebagai Tuhan.

Yesus sudah memikul seluruh hukuman dosa saudara, dan Yesus sudah memikul kehausan yang luar biasa yang seharusnya saudara alami di neraka. Karena itu, kalau saudara mau percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, saudara tidak mungkin bisa dihukum lagi oleh Allah. Ini sesuai dengan Roma 8:1 yang berbunyi: "Demikianlah sekarang tidak ada lagi penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus".
Tetapi sebaliknya, kalau saudara tidak mau sungguh-sungguh percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, tidak jadi soal apakah saudara itu orang kristen KTP atau kafir, pergi ke gereja atau tidak, sudah dibaptis atau belum, berusaha mentaati Firman Tuhan atau mengabaikannya, saudara tetap akan menangguing hukuman dosa saudara sendiri dengan masuk neraka sampai selama-lamanya, dan mengalami kehausan yang luar biasa yang memang layak saudara dapatkan!

2) Tirulah teladan Yesus, yang dalam keadaan sangat menderita sekalipun, tetap mengingat, memikirkan, menginginkan, dan mengusahakan 2 hal yaitu:

a) Bagaimana supaya Allah bisa dipermuliakan.
Ini seharusnya menjadi tujuan hidup dari setiap orang kristen.
1Kor 10:31 berbunyi: "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah".
Penerapan:

· kalau saudara pergi berbakti di gereja, atau kalau saudara melayani Tuhan, atau kalau saudara memberikan persembahan, apakah saudara melakukannya hanya sebagai suatu kebiasaan, atau karena saudara ingin memuliakan Allah?
· kalau saudara membuang dosa/mentaati Tuhan, apakah saudara melakukannya hanya karena takut dihukum atau karena saudara melakukannya untuk kemuliaan Tuhan?
· hal-hal yang kelihatan remeh dan bersifat jasmani seperti makan dan minumpun (juga belajar, bekerja dsb) harus kita lakukan untuk kemuliaan Allah. Kalau saudara makan hanya demi memuaskan nafsu makan saudara, apalagi kalau saudara makan tanpa mem-pedulikan apakah makanan itu merusak kesehatan saudara atau tidak, pada hakekatnya saudara sudah berdosa! Makanlah supaya bisa sehat/pilihlah makanan yang menyehatkan diri saudara, supaya dengan kesehatan itu saudara bisa lebih memuliakan Allah.

b) Bagaimana orang banyak bisa percaya kepada Yesus dan diselamatkan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya supaya orang yang belum percaya bisa percaya:
· Berdoa dengan tekun untuk pertobatan mereka.
· Memberitakan Injil kepada mereka.
· Berusaha memberikan kesaksian hidup yang baik, supaya jangan justru menjadi batu sandungan bagi mereka.
· Mengajak mereka ke gereja yang benar dan Injili!


3) Memberikan yang terbaik kepada Tuhan.

Jangan meniru tentara Romawi yang memberi anggur asam kepada Yesus (ay 29). Sebaliknya, berikanlah yang terbaik kepada Tuhan. Ini berlaku untuk bermacam-macam hal seperti:

a) Memberikan uang kepada Tuhan.
Banyak orang kristen yang kalau mau memberi persembahan selalu bingung mencari uang kecil. Apakah pengorbanan Kristus pantas saudara balas dengan uang kecil? Memang kalau saudara adalah orang miskin yang hanya mempunyai uang kecil, maka persembah-kanlah uang kecil itu kepada Tuhan, Tuhan pasti menerimanya (bdk. Luk 21:1-4). Tetapi kalau untuk makan, pakaian, membangun rumah, hobby, dsb saudara bisa mengeluarkan uang besar, tetapi hanya mau mengeluarkan uang kecil untuk Tuhan, itu betul-betul keterlaluan.

b) Memberikan waktu, tenaga, pikiran untuk Tuhan.
Ada orang kristen yang pada pagi, siang, sore tidak berdoa membaca Firman Tuhan, dan baru melakukannya pada malam hari setelah tenaga dan pikirannya sudah mencapai titik terendah. Orang seperti ini memberikan waktu, tenaga, pikiran yang terjelek untuk Tuhan. Bukankah sebaiknya kita melakukan doa/saat teduh pada pagi hari, dimana kita ada dalam keadaan paling segar?

c) Memberikan diri/hidup kita untuk Tuhan.
Banyak orang yang pada waktu masih muda menggunakan dirinya/hidupnya untuk diri sendiri. Baru pada saat sudah tua dan hampir mati, ‘menyerahkan dirinya’ untuk Tuhan.
Ada juga orang kristen yang setelah lulus SMA, lalu berusaha masuk ke Universitas. Tetapi karena tidak diterima di mana-mana, akhirnya ia ‘menyerahkan dirinya’ untuk masuk sekolah Theologia / melayani Tuhan!

d) Memberikan anak kepada Tuhan.
Ada orang tua kristen yang mempunyai beberapa anak. Mereka keberatan kalau anak-anaknya yang pandai menjadi hamba Tuhan, tetapi mereka mau menyerahkan anaknya yang bodoh untuk menjadi hamba Tuhan.

IV) Penutup / kesimpulan:

Untuk saudara yang belum percaya kepada Yesus, janganlah menunda! Percayalah sebelum terlambat.

Untuk saudara yang sudah percaya: tirulah teladan Kristus dan berikan yang terbaik kepada Tuhan.
==== AMIN ====

Joh 21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba- Ku".

Bagi sdr yg telah mendapat berkat dari artikel ini..mohon kiranya dapat membantu menyebarkan Pada sdr2 kita yg lain, sehingga semakin banyak sdr kita yg juga bisa membaca artikel ini dan mendapat berkat. Tuhan memberkati sdr. Amin.
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.

Jumat, 24 April 2009

Kunci Sukses Untuk Menggapai Kesuksesan

KUNCI SUKSES DALAM MENGGAPAI KESUKSESAN

1. Mengandalkan Tuhan Disegala Hal

Saya sangat senang mendengar dan bahkan menyanyikan walaupun suaraku jauh bangat dari cukup untuk menyanyikan lagu yang berikut ini;

Tiap langkahku diatur oleh Tuhan
Dan tangan kasihNya menuntunku
Ditengah Gelombang dunia menakutkan
Hatiku tetap tenang teduh

Tiap langkahku kutau Tuhan yang pimpim
Ketempat tinggiku dihantarnya
Hingga sekali aku nanti tiba
Dirumah Bapa surga yang baka

Jadi kalau kita sudah tau bahwa tiap langkah kita sudah di atur dan bahkan di tuntun oleh Tuhan berarti kita sudah selayaknya dan sepatutnya mengandalkan Tuhan disegala gerak langkah kita, disegala tindak tanduk kita dan disegala pemikiran dan perkataan kita inilah yang menjadi kunci utama kita dalam mencapai segala ASA kita. Hal ini bisa kita lihat dalam Firman Tuhan yang tertulis pada Amsal 3 ayatnya yang ke 5 – 6 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Sungguh indah Firman Tuhan ini karena kita tinggal berserah penuh kepada Nya maka jalan kita akan diluruskan".

2. Percukupkan Dengan Ilmu Pengetahuan

Memang diatas kita disuruh mengandalkan Tuhan sepenuhnya dan jalan kita akan diluruskan, namun Tuhan juga mengajarkan kepada kita dalam Amsal 19 ayatnya yang ke 2 “Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah” . Disini Firman Tuhan mengharuskan kita untuk mencari ilmu pengetahuan karena kita tidak cukup dengan kerajinan belaka dengan mengandalkan Tuhan untuk menggapai segala cita-cita kita, karena Tuhan akan membukakan jalan kepada kita dengan sesuatu pekerjaan atau usaha untuk menggapai hal tersebut dan kalau kita tidak memiliki sesuatu ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan dan atau usaha kita bagaiman caranya kita melakukan sesuatu untuk menyelesaikan hal tersebut dengan baik dan benar. Hal ini juga dikuatkan dengan Firman Tuhan yang tertulis dalam Amsal 6 ayatnya “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak”.

3. Kita Harus Rajin Dan Cekatan

Seperti dikatakan dalam amsal 19 : 2 dimana kerajinan kita harus di dukung dengan ilmu pengetahuan yang berarti disamping kita sudah mengerti segala sesuatu dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki, kita tidak boleh berpangku tangan karena sia-sia juga ilmu pengetahuan kita walaupun setinggi bintang dilangit tanpa mengaplikasikannya dengan kerajinan dan cekatan. Jadi kita harus dengan rajin untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai segala sesuatu sesuai dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Jangan kita malas dan jangan sekali-kali kita bertindak rajin karena keterpaksaan yaitu kita rajin kalau ada pemimpin kita akan tetapi kalau pimpinan kita tidak ada kita langsung malas-malasan hal ini juga di tegaskan dalam firman Tuhan yang tertulis dalam Amsal 6 ayatnya yang ke 7 – 8 ” biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen”.

4. Mengutamakan Kejujuran dan Kebenaran

Saat ini banyak orang hanya untuk mengejar sesuatu yang didambakan atau dicita-citakan harus mengorbankan harga diri, martabat dan bahkan harus meniadakan Tuhannya dengan berpindah ke tuhan yang lain. Karena seseorang ingin memiliki sesuatu barang yang mahal yang mungkin tidak dapat dia miliki dengan mengandalkan gajinya yang relative kecil maka dia menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut padahal hal tersebut sangatlah bertentangan dengan hal yang paling utama yang sudah kita jelaskan diatas “MENGANDALKAN TUHAN DISEGALA HAL” karena kalau kita berserah kepada Tuhan bukanlah kurang panjang tanganNya untuk mempercukupkan segala sesuatunya dan segala sesuatunya itu indah pada waktunya, hal ini bisa kita lihat pada Amsal 10 : 9 “Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui. Siapa mengedipkan mata, menyebabkan kesusahan, siapa bodoh bicaranya, akan jatuh" dan juga Amsal 16 : 8 – 9 “Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan banyak tanpa keadilan. Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya” dan juga pada Amsal 10 : 19 “Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan, penghasilan orang fasik membawa kepada dosa”.

5. Menjaga Mulut

Pernahkah mendengar cerita seorang pengembara yang terlalu banyak ngomong menyebabkan lehernya di pancung oleh seorang raja ? kisahnya begini “seorang pengembara sedang mengembara disebuah hutan dan tiba-tiba dia bertemu dengan satu tengkorak dan pengembara ini bertanya pada si tengkorak “bagaimana kamu dapat sampai disini” sitengkorak menjawab saya sampai disini karena mulut besar dank arena takjub dan heran sang pengembara pergi ke kota dan menceritakan hal tengkorak bisa ngomong kesemua orang yang dia temukan, dan hal itu sampailah ketelinga sang raja dan mungkin karena kesal dan tidak percaya hal tersebut sang raja meminta sipengembara menunjukkan tersebut kepada mereka dan tibalah mereka kepada si tengkorak tersebut dan pengembara mulai menanyai tengkorak dan tengkorak tidak mengeluarkan sepata katapun, sang raja marah besar karena merasa dipermainkan oleh pengembara dan akhirnya dipancungnyalah sipengembara itu” dan jadilah tengkoraknya disitu karena mulut besarnya. Demikian juga halnya dengan kita, bilamana kita mau mengeluarkan sebuah pendapat kita harus terlebih dahulu memikirkan untung dan rugi dari pendapat tersebut, jangan sampai pendapat atau omongan kita menjadi sebuah petaka dalam hidup kita, Hal ini bisa kita lihat dalam FirmanTuhan dalam Amsal 10 : 11 “Mulut orang benar adalah sumber kehidupan, tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman” dan juga pada ayatnya yang ke 19 – 20 ” Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. Lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya” dan juga dipertegas pada Amsal 21 : 23 yang berbunyi demikian ” Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran”. Jadi sangatlah jelas mulut kita bisa menjadi sebuah kesuksesan dan atau keberhasilan dalam hidup kita namun bisa menjadi sebuah maut juga, oleh karena itu pintar-pintarlah kita menggunakan mulut kita ini.

6. Kita Harus Bisa Bersabar dan Tenang

Sabar itu bukan berarti kita pasrah sepenuhnya, namun kita disini dituntut agar kita bisa tabah dan tidak gampang putus asa namun selalu berusaha apabila kita mengalami sesuatu kegagalan, karena ada kata-kata bijak yang pernah saya dengan “kegagalah saat ini adalah sebuah kesuksesan yang tertunda” jadi kalau ada sebuah kesuksesan yang masih tertunda dan kita tidak mempunyai sebuah kesabaran dan tidak mempunyai usa untuk mengulanginya dengan lebih baik lagi maka kegagalan itu menjadi benar-benar sebuah kegagalan dan tidak akan pernah ada keberhasilan di kemudian hari. Firman Tuhan pada kitab Amsal 14 : 29 berkata “Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan” . Jadi bisa kita lihat SABAR itu sangatlah perlu untuk mengapai ASA yang sedang membara dan dengan kesabaran kita bisa menggapai sesuatu yang kita impikan seperti yang tertulis dalam Amsal 16 : 32 “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota”.

7. Jangan Ingin Cepat Kaya

Tuhan tidak pernah melarang anak-anakNya menjadi kaya, bahkan Tuhan kita yang kaya menyiapkan berkat yang melimpah-limpah untuk kita agar kita bisa hidup dalam kekayaan yang berasal dari Tuhan. Karena ingin cepat menjadi kaya sering menyebabkan orang jatuh pada dosa karena bisa pindah tuhan dari Tuhannya yang menjadi sumber berkat pindah kepada tuhan yang sebenarnya adalah sumber petaka, padahal sebenarnya sebelum manusia diciptakan oleh Tuhan segala sesuatu kebutuhannya sudah terlebih dahulu disediakan, namun yang perlu kita cermati adalah bahwa “waktu kita bukanlah waktu Tuhan dan waktu Tuhan bukanlah waktu kita” dan jangan sekali-kali kita memaksakan kehendak kita tapi biarlah kehendak Tuhan yang jadi dalam hidup kita. Kekeayaan yang telah dijanjikan oleh Tuhan untuk kita nikmati bisa kita lihat dalam FirmanNya yang tertulis dalam 10 : 22 “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya”. Juga mungkin pernah kita memperhatikan bila seseorang itu dengan gampang mendapatkan banyak harta pasti dengan cepat juga harta itu akan berkurang dan bahkan menjadi habis, karena hal ini sudah dinyatakan juga dalam Firman Tuhan dalam Amsal 13 : 11 “Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya”.

Selamat mencoba, semoga kesuksesan menyertai kita dan kekayaan akan memenuhi kehidupan kita masing-masing yang hidup mengandalkan Tuhan.

Kamis, 23 April 2009

Jadilah Orang Tua Sahabat Anak

Orang-tua Sahabat Anak


Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah. (Amsal 27:6)


Pendidikan yang baik itu bukan hanya "membelai", tetapi juga "memukul" tentu saja dengan maksud baik, bukan menyiksa. Orang tua adalah sahabat bagi anaknya, setidaknya orang tua lebih tahu pahit manis kehidupan daripada si anak, lebih dahulu tahu, lebih berpengalaman, sehingga mereka perlu selalu menunjukkan apa yang baik dan apa yang buruk dan perlu dihindari supaya anaknya terhindarkan dari hal-hal yang tidak baik. Orang tua yang baik mempersiapkan anaknya menjadi orang bijak, Amsal 9:9 menulis "berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah".


Ketika anak kita lahir, ia adalah bagaikan kertas kosong yang siap diisi apa saja oleh orang tuanya, temannya, lingkungannya dan juga pendidiknya. Dan masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses perkembangan fisik dan mental si anak, orang-tua dalam hal ini berperan sebagai penjaga. Anak-anak adalah harta bagi orang-tuanya. Jagalah hartamu supaya mereka menjadi berguna dan senantiasa berkembang.

Kasih dan kepedulian seperti sahabat yang tak terpisahkan. Lawannya kasih itu bukan 'benci' atau 'jahat', lawannya kasih adalah 'tidak peduli' (bahasa Inggris, "apathy" berasal dari kata Yunani "a-pathos", harfiah : tanpa perasaan). Olehnya kita menggunakan istilah "apatis". Orang yang apatis adalah orang yang tidak peduli urusan orang lain, tidak peduli lingkungan dan apa yang terjadi di sekitarnya. Kadang kita bersikap "apatis", susahnya kalau kemudian sikap ini menjadi suatu penyakit yang menahun dan akut. Apakah kita kurang mempunyai waktu sehingga kita hilang kepedulian kita? Manusia membutuhkan komunikasi dan kerjasama diantara sesamanya. Manusia perlu saling mengisi, saling menegor, saling mengoreksi, saling memberi masukan untuk sesuatu yang baik. Seorang yang apatis mustahil ia akan sukses pada hari depannya. Jikalau kita adalah orang tua yang mempunyai anak-anak. Apa jadinya jikalau kita orang tua mempunyai sikap "apatis" kepada anak-anak kita? Kata "apatis" tidak selalu bermakna untuk sikap-sikap "ogah mengasuh/ melayani anak". Karena ada kalanya akibat cinta yang begitu dalam kepada anak, ada orang-tua tua menjadi lupa - tidak peduli - terhadap apapun yang dilakukan anaknya dan menganggap apapun yang dilakukan anaknya adalah benar. Atas nama cinta, mereka tidak menegor anaknya ketika si anak berbuat salah, pun juga merupakan sikap "apatis" (tidak peduli).


Pujian, belaian dan kasih-sayang adalah susu yang baik. Anak-anak kita tetap memerlukannya sampai ia besar. Gula-gula yang manis-manis (kata-kata yang manis) juga disukai anak-anak. Tetapi tidak selamanya hanya susu dan gula yang kita berikan, terlalu banyak gula tidak baik, terlalu banyak susu juga tidak baik. Pada saatnya mereka harus makan makanan keras (bergumul tentang sesuatu, berjuang), dan kata-kata pedas ataupun keras sering juga diperlukan sebagai kritik yang membangun.


Tidak ada orang sukses yang instant, tidak ada sukses kebetulan, semua ada persiapannya. Tidak ada produksi orang bijak yang instant, orang tua harus mempersiapkannya. Anak-anak muda bersalah itu biasa. Ketika anak berbuat salah, orang tua tidak perlu panik, marah yang berlebihan ataupun malu dan menutupinya, dan sebaiknya mereka senantiasa berkaca pada masa lalunya dulu, sehingga mereka dapat memberitahu apa yang sebaiknya dilakukan dan dihindarkan oleh si anak. Jika seorang muda itu sudah hebat dari sononya dan tidak pernah berbuat salah, tentu tidak perlu orang-tua menyekolahkannya. Toh kita mengirimkan anak-anak kita ke sekolah-sekolah terbaik. Artinya, membentuk anak/ generasi muda yang baik dan bijak itu suatu proses, bukan sesuatu yang instant.


Selamat mencetak generasi sukses.


Blessings in Christ,
Bagus Pramono
April 23, 2009

Selasa, 14 April 2009

Renungan Paskah

Jawa Pos, 10 April 2009

Renungan untuk Semangat Paskah

MENDEMONSTRASIKAN KASIH DENGAN PENGURBANAN


Hari Jumat, 10 April, umat Kristiani sedunia memperingati Wafatnya Tuhan Yesus yang dilanjutkan dengan Paskah sebagai momen kebangkitan dan kemenangan atas maut. Sehari sebelumnya, masyarakat Indonesia menjalankan pesta demokrasi pemilihan umum legislatif. Permenungan kritis atas interkoneksi momen politik dan religius ini patut dilakukan.
Paskah adalah wajah utuh sebuah servant leadership (kepemimpinan hamba). Dalam aroma anyir suksesi kepemimpinan nasional tahun ini, rasa-rasanya nada kepemimpinan yang melayani patut dilagukan kembali. Paskah adalah lonceng yang berbunyi memanggil manusia untuk merendahkan diri dan melayani orang lain.
Konsepsi servant leadership pernah diajarkan Yesus dalam adagium, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43-44).
Adagium ini diucapkan dalam konteks rivalitas di antara murid-murid Yesus sendiri, di mana 10 murid yang lain menjadi berang kepada dua murid bersaudara yakni Yohanes dan Yakobus yang lancang meminta jabatan. Namun demikian, kemarahan kesepuluh murid tersebut bukanlah didasarkan atas compassion terhadap kebenaran melainkan atas dasar ambisi despotisme dan rivalisme.
Hal ini mirip dengan kejadian di mana salah seorang anggota Cynic, sebuah mazhab filsafat Yunani yang menginjak-injak baju kuda Alexander Agung sambil berseru “calco fastum Alexandri” (sekarang saya menginjak harga diri Alexander), pada saat yang sama dijawab dengan seruan lain, “sed majori fastu” (tetapi dengan kesombonganmu yang lebih besar dari Alexander).
Antitesis Ambisi Despotisme
Konteks ini memberikan negasi kepada konsep kepemimpinan sejati bahwa servant leadership merupakan antitesis kepada ambisi despotisme. Ambisi jahat inilah yang sayangnya justru dipraktekkan oleh model kepemimpinan raja Herodes dan Wali Negeri Pilatus dalam Narasi Paskah.
Menjelang pemilihan legislatif, pertanyaan kritis-reflektif bagi para calon pemimpin adalah sesungguhnya motif apa yang melandasi akan “nafsu” para tokoh nasional untuk melaju dalam pertarungan kepemimpinan nasional. Jikalau motifnya adalah ambisi despotisme dan rivalisme maka tidak heran, roh kekejaman, roh Herodes-Pilatus akan terus “menghantui” para pemimpin, yang menyebabkan mereka dapat melakukan kekejaman kepada rakyat.
Kekejaman tersebut antara lain, pertama, suatu bentuk dehumanisasi melalui mereduksi rakyat sekedar sebagai komoditi politik guna menghantarkan kanditat ke kursi kepemimpinan, sementara kebutuhan dan penderitaan rakyat diabaikan. Kedua, hilangnya sense of crisis, antara lain dengan melakukan kebijakan mercusuar yang sesungguhnya tidak tepat guna dan tidak tepat nalar dalam pandangan publik, namun menguntukan pejabat belaka.
Ketiga, hilangnya sense of crisis menyebabkan jalur komunikasi politik yang buntu sehingga memaksa rakyat kerap menggunakan aksi ekstra-parlementer yang melelahkan dan bahkan berpotensi terjadi kekerasan fisik. Keempat, komersialisasi penderitaan rakyat, antara lain dengan komersialisasi korban bencana alam dan korban kemiskinan guna mendapatkan sumber daya finansial yang penggunaannya imun audit dan tidak mendarat pada kebutuhan rakyat banyak.
Vocation of the Servant
Sebaliknya, motif dari servant leadership adalah menjadi hamba, menjadi pelayan bagi semuanya. Teolog William Lane menyebutnya sebagai “vocation of the servant” (1974) yakni suatu model kepemimpinan yang menegaskan eksistensi diri “bukan untuk dilayani melainkan melayani” (Markus 10:45).
Kerelaan Yesus Kristus memikul salib di Golgota merupakan ekspresi servant leadership di dalam beberapa aspek. Terdepan, demonstrasi kasih terbesar. Salib merupakan penerjemahan motif kasih Allah kepada manusia berdosa (Yohanes 3:16). Servant leadership berlandaskan kasih sejati dan itulah yang dipraktekkan di Golgota. Di luar itu, terdapat nilai altruistik, rela menderita bagi umat-Nya. Salib dalam teologi Kristen merupakan kematian yang menggantikan (substitutional death) guna melepaskan umat-Nya dari dosa dan maut.
Akhirnya, salib adalah harga kebenaran (the price of truth) karena Yesus mempertahankan kebenaran menghadapi pengadilan tidak adil dan kedengkian dari perselingkuhan kotor pemimpin agama, politik dan hukum. Seorang pemimpin harus rela memperjuangkan kebenaran dengan harga yang mahal.
Ekspresi servant leadership dalam konteks kekinian terwujud dalam beberapa hal pertama demonstrasi kasih, dalam bentuk pengorbanan bukan manipulasi, eksploitasi dan reduksi eksistensi dan peran rakyat bagi kepentingan sempit sang penguasa. Demi kekuasaan, politisi menebar pesona di Situ Gintung tetapi tutup mata di Lumpur Lapindo.
Kedua, nilai altruistik berupa pembatasan fasilitas dan kemewahan diri. Ketiga, kepemimpinan hamba menuntut harga yang mahal bagi perjuangan kebenaran dan keadilan. Almarhum Munir telah melakukan itu: ia membayar harga mahal bagi kebenaran. Bagaimana dengan pemimpin dan calon pemimpin yang lain?

Selamat Paskah!

By. Antonius Steven Un

Senin, 13 April 2009

Selamat Paskah

Kristus datang bukan untuk meningkatkan penderitaan manusia, dan juga bukan datang untuk mengajarkan bagaimana caranya untuk menderita, tapi Kristus datang untuk memberi makna atas penderitaan.

Bagi orang-orang lain
Yang menolak undangan dan tawaran rahmat Allah oleh Kristus juga mengalami penderitaan, tapi mereka belajar bagaimana caranya menghindari penderitaan, mereka tidak memaknai apa arti penderitaan, sebab mereka tidak mempercayakan dirinya kepada kebenaran yang hanya dalam Kristus Yesus yang menderita untuk dosa-dosa manusia. Dan pada akhirnya juga mereka yang menolak rahmat Allah up Yesus Kristus akan mati binasa di kubur, tapi mereka mati untuk selama-lamanya sambil menanti di alam kubur ! Kita patut mewartaka kabar gembira ini supaya mereka juga boleh percaya dan mengubah pikirannya, sehingga mereka tidak lagi berpikir seperti manusia berpikir tetapi seperti Tuhan berpikir !

Tapi Yesus menderita, mati, bangkit dan hidup kembali, dan mengumumkan bahwa maut sudah berakhir dan sudah dikalahkan. Sebab jika Kristus sungguh tidak bangkit, maka sia-sialah pemberitaan injil, dan sia-sialah iman kita (1 kor 15:14).

Demikianlah iman kita dapat berdiri teguh, sebab iman kita tidak didasari oleh pengajaran orang yang mati, tetapi oleh Allah yang hidup, yakni Yesus Kristus, putera Allah yang menjelma menjadi manusia, menderita mati dan bangkit kembali untuk menguasai dosa dan maut dan hidup selama-lamanya!
Sebab kematiannya
Adalah kematian terhadap dosa-dosa manusia, satu kali mati dan untuk selama-lamanya, dan kehidupannya adalah kehidupan bagi Allah. Sebab upah dosa adalah maut; tetapi kasih karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Yesus berfirman :
"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. (yoh 11:25-26).

Paskah berlanjut :
Kristus akan datang kembali, ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan memandang dia, juga mereka yang telah menikam dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi dia. Amin. Datanglah ya Yesus untuk menyelesaikan kerajaanmu. Kami sungguh rindu akan kedatangan-mu, datanglah... Datanglah segera! Maranatha ! (why 1:7;22:20b)

Selamat paskah dan semoga sukacita paskah selalu beserta kita dan bertumbuh dalam iman yang menyala-nyala. Alleluia! Alleluia!
By, Eddy Tg (Metamorphe)

Senin, 06 April 2009

Hiduplah dengan Sabar dan Penuh Kasih

Sabar adalah sebuah kata yang seringkan kita katakan apabila seseorang atau sahabat dan bahkan saudara kita mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan hati. Dalam hal ini kita mengajak dan bahkan kita bisa bersifat memaksa agar dia yang sedang menalamin hal yang tidak mengenakkan tersebut tidak langsung putus asa, tidak menyalahkan orang lain dan bahkan bisa menyalahkan Tuhan. Kalau kita lihat dari banyaknya huruf dan gampangnya di lafalkan kata sabar ini sangatlah sederhana, namun kalau kita simak dari makna kata sabar ini sangatlah besar maknanya, karena hanya kata sabar bisa membuat orang merasa tenang dalam menghadapi sesuatu hal yang mungkin sangat menyakitkan, juga bisa membuat orang kuat dalam menghadapi pencobaan, seandainya seseorang yang sedang menalami sesuatu pencobaan tidak SABAR mungkin dia akan menyalahankan Tuhan yang bisa berakibat sangat fatal dalam kehidupannya dan bahkan kata sabar ini adalah suatu kata yang bisa menjadi modal dasar orang untuk menggapai suatu kesuksesan, karena tanpa kesabaran tidak ada kesuksesan sebab kesuksesan tidak pernah diraih dengan sesingkat mungkin tapi harus mengalami beberapa halangan dan rintangan dan tanpa.

Biasanya orang sabar juga adalah orang yang penuh dengan KASIH karena orang tanpa rasa kasih yang mendalam juga tidak bisa sabar dalam segala sesuatu. Bisa kita lihat dalam hal kecil seperti antrian sesuatu hal kalau orang tanpa ada rasa KASIH pasti langsung pengen paling duluan tanpa memikirkan orang lain dan tidak pernah dia punya rasa sabar untuk menunggu gilirannya. Biarpun seorang yang sudah tua yang ada di depannya apabila tidak ada KASIH dalam hidupnya pasti selalu bersamaan hilangnya rasa SABAR dan akan berusaha mendahulukan dirinya dari orang yang ada didepannya walaupun sebenarnya belum gilirannya. Jadi bisa kita lihat kasih itu tidak bisa kita lepaskan dari keSABARan. Kalau sudah tidak ada Kasih dan juga Sabar pastilah tidak adalagi murah hati dalam hidupnya, karena hanya dengan Kasih baru bisa kita berMURAH HATI yang begitu tulus. Mungkin kalau kita lihat baru-baru ini begitu terjadi musibah Situ Gintung banyak orang (Caleg/Partai) berlomban-lomba memberikan bantuan tapi tidak semuanya dengan tulus, tidak semuanya mereka yang memberikan itu kasih namun banyak dari mereka memberikan sesuatu itu dengan mengharapkan sesuatu juga sebagai imbal balik dari apa yang mereka korbankan tersebut. Namun apabila seseorang itu penuh dengan Kasih akan memberikan dengan tulus dan tanpa mengharapkan sesuatu sebagai imbal balik dari apa yang telah dia berikan karena KASIH ITU MURAH HATI

Orang-orang yang sombong, orang-orang yang angkuh selalu membanggakan segala sesuatu yang telah mereka lakukan, yang telah mereka perbuat, apa yang telah mereka korbankan selalu mereka koar-koarkan. Akan tetapi kalau orang yang penuh dengan Kasih segala sesuatu yang telah mereka lakukan, yang telah mereka perbuat dan atau segala sesutu yang telah mereka korbankan mereka tidak akan pernah publikasikan akan semunya itu dan bahkan mereka itu cenderung jangan sampai ada orang lain yang tau akan hal itu dan kalaupun orang lain tau mereka-mereka ini menginginkan biarlah orang yang telah merasakan, melihat, menikmati apa yang telah mereka perbuat yang mengwartakannya ke seluruh penjuru dunia. Karena ada prinsip dasar dalam hidup orang yang penuh kasih ”Apa yang telah diberikan oleh tangan kanan sebaiknya janganlah diketahui oleh tangan kiri”.

Bila seseorang kita katakan penuh dengan keSABARan, penuh dengan KASIH pasti orangnya tidak pemarah akan tetapi dianya adalah pemaaf yang berarti tidak akan pernah menyimpan kesalahan orang lain dan bisa kita katakan orangnya tidak akan pernah menjadi pendendam. Seandainya kita tidak menjadi orang yang SABAR dan tidak penuh dengan kasih pasti bila seseorang menyakiti kita pasti kita langsung membalaskannya dan apabila kita merasa belum sanggup membalaskannya pada saat itu juga pasti kita akan mencari cara dan jalan bagaimana caranya agar kita bisa membalaskannya yang berarti ada sesuatu perasaan dendam dalam diri kita. Berarti sangatlah besar manfaat dalam hidup kita bila kita bisa hidup dalam Kasih dan SABAR karena kita akan merasakan hidup yang jauh lebih tenang.

Hal ini bisa kita temukan dalam ayat Firman Tuhan yang tertulis dalam KITAB 1 Korintus 13 : 4 -7

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.