Kamis, 23 April 2009

Jadilah Orang Tua Sahabat Anak

Orang-tua Sahabat Anak


Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah. (Amsal 27:6)


Pendidikan yang baik itu bukan hanya "membelai", tetapi juga "memukul" tentu saja dengan maksud baik, bukan menyiksa. Orang tua adalah sahabat bagi anaknya, setidaknya orang tua lebih tahu pahit manis kehidupan daripada si anak, lebih dahulu tahu, lebih berpengalaman, sehingga mereka perlu selalu menunjukkan apa yang baik dan apa yang buruk dan perlu dihindari supaya anaknya terhindarkan dari hal-hal yang tidak baik. Orang tua yang baik mempersiapkan anaknya menjadi orang bijak, Amsal 9:9 menulis "berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah".


Ketika anak kita lahir, ia adalah bagaikan kertas kosong yang siap diisi apa saja oleh orang tuanya, temannya, lingkungannya dan juga pendidiknya. Dan masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses perkembangan fisik dan mental si anak, orang-tua dalam hal ini berperan sebagai penjaga. Anak-anak adalah harta bagi orang-tuanya. Jagalah hartamu supaya mereka menjadi berguna dan senantiasa berkembang.

Kasih dan kepedulian seperti sahabat yang tak terpisahkan. Lawannya kasih itu bukan 'benci' atau 'jahat', lawannya kasih adalah 'tidak peduli' (bahasa Inggris, "apathy" berasal dari kata Yunani "a-pathos", harfiah : tanpa perasaan). Olehnya kita menggunakan istilah "apatis". Orang yang apatis adalah orang yang tidak peduli urusan orang lain, tidak peduli lingkungan dan apa yang terjadi di sekitarnya. Kadang kita bersikap "apatis", susahnya kalau kemudian sikap ini menjadi suatu penyakit yang menahun dan akut. Apakah kita kurang mempunyai waktu sehingga kita hilang kepedulian kita? Manusia membutuhkan komunikasi dan kerjasama diantara sesamanya. Manusia perlu saling mengisi, saling menegor, saling mengoreksi, saling memberi masukan untuk sesuatu yang baik. Seorang yang apatis mustahil ia akan sukses pada hari depannya. Jikalau kita adalah orang tua yang mempunyai anak-anak. Apa jadinya jikalau kita orang tua mempunyai sikap "apatis" kepada anak-anak kita? Kata "apatis" tidak selalu bermakna untuk sikap-sikap "ogah mengasuh/ melayani anak". Karena ada kalanya akibat cinta yang begitu dalam kepada anak, ada orang-tua tua menjadi lupa - tidak peduli - terhadap apapun yang dilakukan anaknya dan menganggap apapun yang dilakukan anaknya adalah benar. Atas nama cinta, mereka tidak menegor anaknya ketika si anak berbuat salah, pun juga merupakan sikap "apatis" (tidak peduli).


Pujian, belaian dan kasih-sayang adalah susu yang baik. Anak-anak kita tetap memerlukannya sampai ia besar. Gula-gula yang manis-manis (kata-kata yang manis) juga disukai anak-anak. Tetapi tidak selamanya hanya susu dan gula yang kita berikan, terlalu banyak gula tidak baik, terlalu banyak susu juga tidak baik. Pada saatnya mereka harus makan makanan keras (bergumul tentang sesuatu, berjuang), dan kata-kata pedas ataupun keras sering juga diperlukan sebagai kritik yang membangun.


Tidak ada orang sukses yang instant, tidak ada sukses kebetulan, semua ada persiapannya. Tidak ada produksi orang bijak yang instant, orang tua harus mempersiapkannya. Anak-anak muda bersalah itu biasa. Ketika anak berbuat salah, orang tua tidak perlu panik, marah yang berlebihan ataupun malu dan menutupinya, dan sebaiknya mereka senantiasa berkaca pada masa lalunya dulu, sehingga mereka dapat memberitahu apa yang sebaiknya dilakukan dan dihindarkan oleh si anak. Jika seorang muda itu sudah hebat dari sononya dan tidak pernah berbuat salah, tentu tidak perlu orang-tua menyekolahkannya. Toh kita mengirimkan anak-anak kita ke sekolah-sekolah terbaik. Artinya, membentuk anak/ generasi muda yang baik dan bijak itu suatu proses, bukan sesuatu yang instant.


Selamat mencetak generasi sukses.


Blessings in Christ,
Bagus Pramono
April 23, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar