Selasa, 17 Maret 2009

Mengucap Syukurlah Disegala Hal

Pernahkan saudara melihat seseorang disaat kejayaannya banyak orang yang mendekatkan diri kepadanya, ada yang mengaku saudara, ada yang mengaku teman dan lain sebagainya, namun begitu kejayaannya berakhir mereka menjauh darinya dan bahkan mereka semuanya berkata tidak kenal akan orang tersebut bila mana ada orang yang menanyakannya. Juga sebaliknya disaat orang dalam susah, miskin, melarat sanak saudara, famili, keluarga dekat semuanya menjauh semuanya berkata tak kenal, namun bilamana yang tadinya susah, miskin, melarat nasibnya berubah menjadi orang hebat, orang terpandang dan menjadi orang kaya, merka yang tadinya berkata tidak kenal berubah menjadi mengaku Saudaranya, familinya, keluarga dekatnya.
Kalau kita dari orang miskin menjadi kaya itu adalah perubahan yang cukup senang dan enak karena sudah nasib kita menjadi baik juga keluarga kita yang tadinya menjauh berubah menjadi dekat dengan kita, namun kalau berubahnya dari nasib yang tadinya kaya, terpandang berubah menjadi orang yang miskin, melarat juga terhina dan pasti akan diikuti dengan hilangnya sanak saudara kita, hal inilah yang paling menyakitkan.

Hal serupa bukan hanya dalam kehidupan kita saat ini bisa terjadi, namun pada jaman dahulu kala juga itu sudah sering tarjadi, karena kita bisa melihat dalam Alkitab yang tertulis pada Lukas 15 ayatnya 13 dimana saat sibungsu masih mempunya banyak hartanya, uangnya masih banyak dia ditemanin banyak orang untuk berfoya-foya namun setelah uangnya habis mereka semua menghilang satu persatu, mereka meninggalkan sianak bungsu itu bingung sendirian, kelaparan sendirian, namun diasaat uangnya masih banyak pasti mereka berkata kepada sibungsu, ada yang mengatakan BOSS ada yang mengakatan SOBAT, ada yang mengatakan KAWAN dan lain sebagainya, namun setelah itu semuanya dari mereka seakan-akan tak kenal dengan dia, seakan-akan mereka tidak pernah bertemu dengan dia.

Lebih jelas lagi bisa kita lihat dalam Kitab Ratapan 1:2
“Pada malam hari tersedu-sedu ia menangis, air matanya bercucuran di pipi; dari semua kekasihnya, tak ada seorangpun yang menghibur dia. Semua temannya mengkhianatinya, mereka menjadi seterunya”.

Malah ini lebih menyakitkan lagi, kalau tadi diatas saya kasih gambaran hanya menjauh namun dalam ayat ini diungkapkan mereka yang tadinya kekasihnya, sahabatnya, temannya berubah menjadi seterunya, berubah menjadi musuhnya. Bisa kita bayangkan bagaimana sakitnya apabila yang tadinya teman kita berubah menjadi musuh kita alangkah sakitnya perasaan kita karena mereka telah menghianati kita.

Namun sebagai orang percaya apabila hal itu terjadi dalam kehidupan kita, haruskah kita menangis, haruskah kita bersedih meratapi akan apa yang sedang terjadi menimpa hidup kita, saya berkata mestinya kita tidak harus seperti itu dan marilah kita belajar dari pribadinya Ayub (Ayub 1 : 13 – 19)

1:13. Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
1:14 datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya,
1:15 datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:16 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:17 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
1:18 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
1:19 maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Pencobaan yang begitu besar yang datang dalam kehidupan Ayub dari hartnya bendanya hingga anak-anaknya semuanya habis, apakah dia menangis, apakah dia meraung-raung meratapi nasibnya atau apakah dia menjadi menghujat Tuhan, jawabannya TIDAK, bahkan Ayub memuji Tuhan, hal ini bisa kita lihat pada Ayub 1 : 21 berbunyi demikian;
“katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

Jadi apapun yang kita rasakan dalam kehidupan kita, sebaiknya kita mensyukuri, karena semuanya itu adalah milik Tuhan, semuanya itu terjadi atas kehendak atau seijin Tuhan, oleh karena itu setiap yang kita rasakan, setiap hal yang kita hadapi kita serahkan segalanya kedalam tangan Tuhan karena tidak ada kuasa yang melebihi dari kuasa Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar